LILIANA
AMPLOP
Kau tau apa artinya sebuah pernikahan yang diawali dengan akad, dan kau tau kenapa pernikahan bisa berakhir dengan kalimat talaq dan berakhir cerai di meja persidangan?
kau tau artinya kebahagiaan yang
diawali dengan pecah tangis di meja persalinan, dan kau tau berakhirnya
senyuman di wajah mereka saat kalian mempertahankan keegoisan untuk tetap
berpisah, entah karena kalian sudah merasa tidak nyaman atau apalah...
Semuanya karena sebab yang berakibat,...
LILIANA
Liliana, panggil saja Lili.
Seperti bunga musim panas yang berasal dari Asia Barat dan Mediterania. Bunga
yang indah dan membuat kita betah berlama lama memandangnya, karena dia
memabukkan cantiknya. Aroma bunga yang semerbak membuat kau jatuh hati, kalau
terus menerus berada didekatnya. Tak salah ia disebut ratu taman oleh para pecinta
bunga. Bunga lily bermakna kesucian, kemurnian dan kesopanan. Bahkan dianggap
sebagai lambang keindahan.
Layaknya setangkai bunga Lliy.
Begitupun Liliana. Seorang ibu muda, dengan kepribadian sanguins suka
berbicara, ramah, hangat dan penuh
humor. Wanita yang ceria tetapi
terkadang suka mengambil keputusan yang
bersifat emosional. Ia pekerja keras dan menyukai hal hal yang menantang. Lily
dengan kesederhanaannya dan sifat gampang terbuka dengan siapapun berhasil
memikat seorang pria mapan, yang juga memiliki sifat tak kalah menariknya
dengan Lily.
Ryan, sudah sebelas tahun
mendampingi Lili , baginya Lily adalah wanita yang sempurna dengan segala
kekurangan yang dimilikinya. Ia merasa bersyukur memiliki istri yang didamba
oleh banyak kaum adam. Istri yang cantik, tinggi dan memiliki dua bola mata
yang terang seterang wajahnya saat ditimpa cahaya rembulan di pinggir pantai
Kuta saat untuk pertama kali Ryan mengajukan diri melamarnya menjadi pendamping
hidup. Lily menganggukkan kepalanya saat Ryan membawakan sebuah cincin dgn batu
permata bening di tengahnya, dan menyematkan dijemarinya yang mungil. Ada
senyum dan tawa, ada wajah haru dan bahagia. Walau tahu akan berakibat ia harus
resign di perusahaan yang sama dengan Ryan. Harus mengakhiri karirnya yang
sudah 5 tahun sampai terakhir ia menjabat sebagai sekretaris di perusahaan
Farmasi di Jakarta. Acara annual di kantornya yang diadakan di Bali adalah
acara terakhir yang sekaligus menutup karirnya di perusahaan besar itu. Namun,
ia tidak pernah merasa kecewa. Malahan Lily merasa bahagia sekali karena
sebentar lagi ia akan mengadakan pesta besar yang meriah. Maklumlah ia satu
satunya anak perempuan di keluarganya. Benar, sejak Ryan mengemukakan
keinginannya untuk menikahi Lily. Sejak saat itu kisah baru selalu datang dan
pergi. Semua kebahagiaan selalu tercurah kepada keluarga kecil mereka. Semua
doa dipanjatkan...
Sebuah kamar yang indah, ukuran
empat kali lima, dengan wallpaper coklat tua seperti daun kering berguguran di
musim kemarau menghiasi belakang kepala tempat tidur mereka. Dan dinding dengan
warna cat kuning pasi sekelilingnya dengan warna kunsen putih terang. Vitrase
broken white disamping kiri tempat tidurnya dan gorden coklat tua yang selalu menutupi
jendela dengan pemandangan sebuah pohon mangga yang tak pernah berbuah
semusimpun.
Hanya crytasl gantung dua tingkat
dengan bingkai keemasan dan menggantung ditengah katil yang cukup besar. Semua
isi kamar ini, termasuk lemari tiga pintu dan karpet lembut krem tebal yang hangat, dan dua buah lampu tidur,
adalah hadiah perkawinan dari mertua Lily. Mereka begitu saling menyayangi.
Tuhan mencukupkan semua karunia
terbaik dengan menghadirkan seorang anak laki laki dan seorang perempuan
ditengah kehidupan mereka. Yakinlah
semua wanita di dunia ini menginginkan kehidupan seperti Lily, seorang istri,
seorang ibu dan seorang menantu yang beruntung. Diana gadis cilik berusia sepuluh tahun yang mengikuti kecantikan Bundanya.
Farhan yang baru berusia tujuh tahun, lincah dan energik seperti sang ayah.
Mereka menghadirkan cerita baru bagi keluarga ini.
“Sayang, bisakah kau tutup
jendela? Anginnya terlalu kencang, dingin sayang.”ujar Ryan suami Lily saat
membuka laptop diatas tempat tidur. Ia membenarkan bantal yang empuk sebagai
sandaran dibelakang punggungnya. Lily beranjak mendekati jendela, dan melihat
anak lelakinya masih bermain sepeda kecil hadiah dari neneknya.
“Farhaaan,...tidak bisakah kau
berhenti bermain sepedanya. Hari sudah mulai gelap. “
“Baik Bu.”
Farhan menghentikan mengayuh
sepeda mungilnya dan menggiringnya ke samping rumah sambil tersenyum kecut ke
bundanya. Ia anak yang patuh, sampai tukang pijit langganan mereka pernah
berkata,” Bu Lili kalau punya anak seperti ini semua, tambahin lima juga tak
masalah, anteng saja.”
Lily terkadang tersenyum mengingat
ucapan tukang pijit tersebut.
Setelah Lily menutup jendela dan
menutupinya dengan gorden coklat tua, ia kembali menghampiri suaminya yang
sibuk berselancar dunia maya.
“Kau tidak bosan berteman dengan
dunia maya terus suamiku.”
Ucap Lily sambil menyandarkan
kepalanya dibahu Ryan.
“Kenapa? Kau terganggukah?”
Ryan menatap istrinya dan
mendaratkan sebuah ciuman hangat di kening Lily.
“Tidak, saya tidak merasa
terganggu. Cuma aneh saja melihat kau selalu asyik dengan laptopmu, sedang saya
disamping ada dan hidup.”
Ryan tertawa kecil dan menutup
laptopnya. Dia tahu istrinya tidak sekedar menggerutu tapi mulai marah .
“Baik sayang,...aku lebih baik
bermain denganmu saja.”
Ryan membalikkan tubuhnya dan
menatap wajah istrinya.
“Sudah jangan marah ya? Kau
keliatan seperti bibi Linda, tidak tersenyum, pipi tembem dan bibirmu seperti
digigit lebah.”
Ryan mulai menggoda istrinya dan
yah seperti biasa. Malam itupun usai dengan indahnya.
08.45 Pagi
KEJUTAN
“Tok... tok...nyonya,...nyonya.”
Bibi Linda tiba tiba mengetuk
pintu kamar Liliana. Liliana bangkit dengan malas dan membuka pintu kamarnya.
Suaminya sudah berangkat pagi-pagi menuju kantor. Seperti biasa Liliana selalu
ditinggal tidur setiap paginya. Ia paling pemalas bangun pagi. Ia lebih memilih
melanjutkan mimpi-mimpi tak
beraturannya.
“Kenapa Bi?” tanya Liliana kepada
Bibi Linda yang selalu setia mengurus keperluan keluarga ini sejak Diana putri kecil mereka lahir kedunia.
“Nyonya di depan ada seorang
perempuan mencari Bapak, saya sudah bilang bapak sudah berangkat bekerja.
Tetapi perempuan itu memaksa, kalau tidak bertemu nyonya saja katanya.”
“Ya sudah suruh masuk saja, saya
ganti baju dulu.”
Tak lama Liliana keluar dari
kamarnya dan menyusuri ruang makan dan ruang tamunya yang hangat. Ada seorang
perempuan berkemeja putih dan memakai skirt selutut berwarna maroon, cantik
walau tidak berdandan. Hanya lipstik sewarna bibir dan rambut lurus hitam legam dibiarkan berurai sebahu.
“Selamat pagi, ada yang bisa saya
bantu.” Liliana menyapa tamunya yang sedang duduk di sofa hitam panjang dengan
sebuah meja kayu berwarna hitam didepannya.
“Iya perkenalkan nama saya Lani,
saya teman kuliah Ryan.”ujar perempuan yang usianya kurang lebih sama dengan
Liliana.
“Maaf saya mengganggu Mbak, saya
nitip ini untuk Ryan.”Perempuan itu memberikan ketangan Liliana sebuah amplop coklat
muda. Dan kemudian pamit sambil menyalami Liliana.
“Loh kemana tamunya nyonya.” Bibi
Linda datang dengan membawa mapan lengkap dua cangkir teh manis.
“Udah keburu pergi, tinggalin
saja satu tehnya buat saya Bi!” Liliana masih keliatan bingung dengan
kedatangan perempuan muda tadi sambil memegangi amplop coklat ditangannya.
Dalam hati ia ingin mengintip isi amplop tersebut. Lili meletakkan amplop di atas meja, kemudian mengangkat cangkir teh
hangat dan meniupnya secara perlahan. Wangi teh melati kesukaan Lili. Ia
meneguk teh sembari memikirkan siapa perempuan cantik tadi.
Rasa penasaran hinggap di hati
Lili. Ia tidak tahan menunggu Ryan pulang dari kantornya. Cepat cepat Lili
mengambil amplop tadi dan membawanya ke kamar. Di kamar Lili merobek amplop
coklat tadi dengan tidak sabar. Betapa terkejutnya ia, potongan-potongan kertas
seperti surat berharga. Yang digunting dengan rapinya. Sepertinya saya harus
menyusun puzzle ini. Lili membatin.
“Bi LINDAAA,..” Lili memanggil Bi
Linda dengan suara cukup lantang.
“Kenapa nyonya?” Bibi Linda
buru-buru mengejar suara yang memanggilnya.
“Tolong carikan saya isolatip dan
gunting. Mungkin ada di kamarnya Farhan. Kemaren ia habis menyampul buku
sekolahannya. Lihat dilacinya Bi! Liliana menugaskan Bibi Linda tetapi matanya
tetap tertuju pada potongan-potongan kertas yang sedang diupayakannya menyusun
kembali.
“Ini seperti sebuah STNK.”
Liliana berbicara sendiri
“Kenapa STNK ini atas nama Ryan?
Kenapa ada sama perempuan tadi ya?
Liliana meneruskan menyambung
puzzle puzzle tadi, dan menyatukan dengan isolatip yang dibawakan Bibi Linda.
Akhirnya potongan kertas tadi mulai keliatan. Sebuah Surat Tanda Nomor Kendaraan atas nama Ryan
Mukhti.
“Ini mobil lumayan mahal
harganya. Sial lima ratus jutaan untuk perempuan tadikah? Liliana tambah
bingung dengan kejutan yang didapatnya pagi ini. Dia berfikir ingin menelpon
Ryan. Tetapi setelah dipertimbangkan lebih baik ditunggu saja sampai Ryan
pulang.
Liliana tidak bisa melanjutkan
tidurnya. Ia menunggu Ryan di ruang tamu sambil memikirkan perempuan asing
dengan STNK atas nama suaminya. Lani, temen kuliah Ryan. Ada apa dengan mereka?
17.00 WIB
Ryan mendapati Liliana tengah tertidur
di sofa ruang tamunya. Ryan memperhatikan wajah istrinya saat tidur. Ia
mendaratkan sebuah kecupan hangat dikening istrinya.
“Sayang kau sudah pulang?”
Liliana terbangun dari tidurnya.
“Ya, dan kau tertidur sangat
pulas sekali.”
“Kau sepertinya belum mandi dari
pagi.”
“Iyya, trus kenapa?Tuh tadi ada
seorang perempuan mencari kamu pagi buta.”
“Siapa?” Ryan mengernyitkan
keningnya sambil memeluk Liliana.
“Lani namanya. Katanya temen
kuliah kamu. Dia nitip amplop isinya
STNK atas nama kamu yang udah dipotong potong. Udah aku satukan kembali.
Kayak puzzle aja. Siapa Lani?”
Lili menjelaskan dengan wajah
penuh tanda tanya, ia menyerahkan potongan yang sudah di jadikannya selembar
STNK utuh tetapi keliatan compang campingnya. Dengan isolatip kiri kanan.
Ryan mengambil STNK tersebut lalu
menyimpannya ke dalam tas kantor yang ditaruhnya diatas meja.
“Siapa Lani?.” Lili lagi-lagi
bertanya.
“Kenapa kau menyerahkan STNK
mobilmu? Tolong kau jelaskan.”
“Tidak ada apa-apa. Itu mobil
kantor. Ia salah satu pegawai dikantorku. Ia mungkin hanya mencoba
mengembalikan STNK mobil. Itu aja. Sudahlah kau mandi sana, kau bau sekali.” Ryan
mengambil tas hitamnya dan menuju ruang kerjanya di lantai dua.
Lilianapun melupakan sejenak
masalah STNK tersebut, dengan malas ia bangkit sambil berpikir mungkinkah
suaminya selingkuh. Ia mencoba menghapus bayangan wanita muda tadi. Dan
perpikir Lani cukup cantik dan Ryan mungkin saja jatuh hati kepadanya. Oh Tuhan
jangan sampai.
19.00
Saat makan malam adalah saat
semua anggota keluarga berkumpul. Keluarga yang hangat dengan sepasang anak dan
suami istri yang saling mencintai. Farhan dan Diana duduk berhadapan dengan
ayah dan ibunya.
“Aku nggak mau makan kalau nggak
disuapi Bibi.”
Farhan selalu malas makan
sendiri. Setiap hari selalu disuapin Bi Linda.
“Farhan kamu udah besar sayang.
Apa seumur hidup Bi Linda harus menyuapi terus. Kamu tidak malu sayang sama
temenmu.” Lili mencoba menasehati Farhan.
“Aku tidak mau makan kalau tidak disuapi
Bi Linda.” Farhan tetap merengek.
“Ya sudah, Bi Linda duduk aja
sebelahnya Farhan. Suapin aja dia, daripada nggak mau makan.”
Ryan menyudahi pertengkaran kecil
tersebut dan melanjutkan makannya.
“Ting Tong.”
“Ya sudah saya aja Bi, yang buka
pintunya. Lanjut aja nyuapin makan Farhan.”
Liliana beranjak dari kursinya
dan menuju pintu depan. Ia membuka pintu tersebut. Dan lagi-lagi ia mendapati
kejutan. Seorang bocah mungil seusia Farhan. Ia tersenyum kepada Liliana.
“Kamu siapa?” ujar Liliana sambil
duduk biar bisa menatap wajah bocah yang menyapanya. Ia memperhatikan wajah
bocah tersebut. Rasanya tidak asing.
“Saya David tante.” Ujar bocah
tersebut manja.
“Mamamu mana nak?” Liliana
bertanya sambil melirik kehalaman. Tidak ada seorangpun yang menemani bocah
ini. Mengherankan ia datang sendiri dengan tas dipunggungnya.
“Kau yakin tidak salah rumah?”
Liliana bertanya lagi kepada bocah itu.
“Tidak tante, karena papa saya
ada di dalam. Ini mama ngasih buat papa.
Kata mama, papa nanti akan belikan saya mainan yang banyak, saya suka mobil
mobilan tante.” David menyerahkan sebuah amplop. Lagi-lagi amplop coklat.
Deg!!! Jantung Liliana serasa mau
copot. Ia ambil amplop coklat tersebut
dan membuka isinya dengan tidak sabar. Ia merobek dengan kasar. Dan di dalam
amplop ia dapati, sebuah kunci mobil dan sebuah surat. Ia membacanya cepat dan
tak terasa air matanya tumpah ruah. Ia menyandarkan badannya ke dinding dan
terus membaca surat tersebut sampai selesai. Ia seakan tidak percaya dengan apa
yang dibacanya, dan kejutan disaat makan malam bersama kelaurganya. Anak itu
memanggil suaminya “papa”. Liliana tidak bisa mempercayai isi surat tersebut.
Ia menyeka matanya dan berteriak memanggil nama suaminya.
“RYAAAAN!!!” Liliana meneriaki
suaminya. Hal yang tidak pernah ia lakukan seumur hidupnya.
Ryan terkejut mendengar teriakan
istrinya memanggil namanya. Ia menyelesaikan makannya.
“Kalian selesaikan makan kalian.”
Ryan bergegas pergi ke ruang tamu.
“Kamu kenapa berteriak begitu
sayang?”
“KENAPA? SAYA YANG HARUS
BERTANYA? KENAPA KAU TEGA RYAN? KENAPAAAA?KAU BACA SURAT DARI WANITA YANG
BERNAMA LANI ?DAN KAU LIHAT BOCAH ITU...”
Liliana menggantung
pembicaraannya, dia tidak sanggup lagi menahan sesak di hatinya.Kemudian ia
melanjutkan kata-katanya.
“Ia memanggil kamu dengan sebutan
PAPA!”
Ryan kaget bukan kepalang. Ia
mendapati surat tersebut dan melihat ke bocah yang tak berdosa. Ia mengajak
anak tadi masuk ke dalam rumah dan menyuruhnya duduk di ruang tengah. Ryan
memeluk bocah kecil tersebut. Liliana menyaksikan tingkah suaminya, yang seakan
sudah paham dan mengerti.
Liliana mendekati suaminya.
“Tampaknya kau sudah menerka, ini
akan terjadi. Kau keliatan tenang saja. Kau bisa menjelaskannya. Atau isi surat
itu sudah cukup jelas?”
Ryan hanya diam saja. Ia tampak
bingung dan harus bagaimana.
“Liliana, maafkan saya.”
“Berarti kau mengakui semuanya,
kau tega Ryan, kau tega! Sekarang saya ingin medengar sendiri dari mulut kamu
Ryan. Kau jelaskan, tolong kau jelaskan!”
“Iya, saya memang salah Liliana.Ini
faktanya. Saya dan Lani memang pernah
saling jatuh cinta. Ia teman kuliah saya dulu. Kami pernah dekat tetapi tidak
pernah menyatakan perasaan satu sama lain. Sampai saya ketemu kembali di acara
kantor. Saya hari itu ada tugas keluar daerah seminggu di Jakarta. Saya tidak
menyangka akan bertemu dengannya lagi. Saya khilaf Lili. Saya tidak menyangka
akan sejauh ini. Setelah pulang dari Jakarta. Saya tidak mendapati kabarnya.
Saya dengar ia resign dari kantor. Sampai dua minggu yang lalu ia kembali ke
kota ini. Ia mencariku ke kantor Lili. Dan saya membujuknya dengan membelikan
sebuah mobil. Tetapi ia kembalikan. Dan saya belum pernah bertemu dengan David.
Ia anak saya. Saya tidak bisa menolaknya. Kau juga tau isi suratnya Lili.
Perempuan itu hidup sebatang
kara, karena ia diusir dari keluarganya. Karena ia dianggap mencoret nama baik
keluarganya. Karena dia tidak pernah menceritakan siapa bapaknya. Selama ini ia
berjuang demi anak saya. Anak yang saya tidak tau keberadaannya. Lili, saya tau
telah menyakiti perasaanmu. Tapi inilah kenyataannya. “Ryan menghentikan
penjelasannya, sedang Lili hanya terdiam mendengar perkataan suaminya. Ia
kehabisan kata-kata.
“Kau baca surat itu Ryan, kau
belum baca.”ujar Lili ditengah keheningan pembicaraan keduanya.
“Ryan dan Mbak Liliana,...
Maafkan saya, atas kehadiran saya dan Raymond ditengah keluarga kalian.
Ini kesalahan saya dan Mas Ryan. Kami saat itu tidak memakai logika. Saya telah
menghancurkan kebahagiaan keluarga mbak Liliana. Saya sebenarnya ingin menjauh
dari mas Ryan selama-lamanya. Saya berencana akan membesarkan David sendiri.
Tapi saya divonis penyakit kanker otak stadium akhir, umur saya mungkin hanya
tinggal beberapa minggu lagi, bahkan bisa hari atau beberapa jam lagi saja.
Saya tidak tau menitipkan Ryan kepada siapa lagi. Yang paling tepat
hanya kepada mas Ryan. Karena dia bapaknya. Saya yakin mas Ryan tau itu. Jangan
mencari saya Mas, saya sudah pergi,..
Maafkan saya MbaK Liliana,... “
Pengadilan
Sejak saat itu Liliana tidak bisa
memaafkan ketidaksetiaan Ryan suaminya. Ia tetap bersikeras menggugat cerai
Ryan. Segala proses persidangan dilakoninya lewat pengacara. Tak sekalipun ia
hadir dalam persidangan. Ryan telah kehabisan akal membujuk Lili agar
membatalkan niatnya untuk bercerai dengan Ryan. Tetapi Lili tetap dengan
pendiriannya. Ia tidak mau melanjutkan hidupnya dengan orang yang pernah
mengkhianati cintanya. Mengkhianati sucinya perkawinan mereka. Sampai hari
pembacaan putusanpun tiba.
Komentar